MAGETAN, KOMPAS.com - Pagi ini, tepatnya hari ke 20 di bulan Januari 2015, angin disertai kabut berembus kencang di pintu masuk Gunung Lawu, Cemoro Sewu, Magetan, Jawa Timur. Seusai sarapan, kaki yang sudah terbalut sepatu langsung dipaksakan untuk menjejaki jalan setapak yang tersusun dari batu-batu berwarna abu-abu, meski pun saat itu angin dan kabut masih bertiup cukup kencang.
Untuk menuju puncak Gunung Lawu via Cemoro Sewu, para pendaki harus melewati 5 pos atau shelter. Langkah kecil kaki melawan gravitasi terus menapaki bebatuan vulkanik lebih dari 5 jam perjalanan menembus awan. Hampir tidak ada tanah yang diinjak. Rasa lelah di kaki karena harus menahan beban ransel di pundak belum bisa hilang meski pos 5 sudah dicapai.
Setelah melewati mata air Sendang Drajat, tinggal menapaki jalan datar mengular sekira 300 meter maka pendaki akan tiba di Hargo Dalem. Hargo Dalem terletak pada ketinggian 3.150 meter di atas permukaan laut (mdpl) atau 115 meter di bawah puncak Hargo Dumilah.
Setelah bersusah payah menuju tempat ini, lupakan sejenak niat untuk menuju puncak tertinggi. Lebih baik menikmati minuman hangat atau makanan sederhana di warung tertinggi di Indonesia. Warung milik Markiyem atau yang akrab disapa Mbok Yem di puncak Gunung Lawu ini sudah terkenal di kalangan pendaki gunung.
Di warung sederhana ini kita bisa memesan minuman panas penolak dingin seperti teh, kopi atau wedang jahe. Kalau mau makan bisa memesan menu sederhana nasi pecel, telor ceplok dan mie instan. Jangan khawatir soal harga, meskipun lokasinya berada di puncak gunung yang tinggi, Mbok Yem ogah mematok harga tinggi.
Sebagai contoh, satu gelas teh manis panas hanya dibanderol dengah harga Rp 3.000. Cukup murah tentunya jika dibandingkan dengan usaha yang dikeluarkan menuju puncak Gunung Lawu.
Apalagi yang hendak di cari? Warung ini terbilang cukup mewah untuk pendaki. Bahkan, Mbok Yem menawarkan fasilitas gratis untuk para konsumennya yang kebanyakan adalah peziarah. Maklum saja, Gunung Lawu masih menjadi salah satu gunung yang dikeramatkan oleh Keraton Surakarta.
Pendaki tidak perlu lagi berat-berat membawa tenda di dalam ransel. Pasalnya, cukup dengan berbelanja di warung Mbok Yem, gubuk dari kayu sederhana beratap terpal warna merah yang terlindung dari angin gunung sudah bisa ditempati untuk beristirahat.
Tidak hanya itu saja, pendaki juga bisa menghangatkan tubuh di depan perapian. "Ya terserah mau berapa lama tidur disini silakan. Saya tidak pernah narik bayaran," kata Mbok Yem sambil berjemur di pelataran halaman warungnya.
Masih ada lagi yang diberikan Mbok Yem secara gratis yakni toilet. Lagi-lagi tidak mewah, tapi toilet yang letaknya di bawah warung ini terbilang bersih dan tidak mengeluarkan bau. Di restoran atau lokasi wisata manapun yang menyajikan pemandangan pegunungan pasti memiliki nilai jual tinggi. Tapi tidak di Warung Mbok Yem.
Sedikit saran, saat sore hari, setelah memesan minuman panas yang tidak lebih dari Rp 5.000, anda tinggal duduk di bangku yang ada di halaman warung. Segelas minuman panas itu akan semakin nikmat sambil memandang cakrawala dan puncak-puncak gunung lainnya menerobos awan.
Tercatat sudah 25 tahun Warung Mbok Yem melayani pendaki dan peziarah. Tidak ada keluhan dari dia atau putranya yang setia menemani. Beberapa tahun ke belakang, Mbok Yem tidak pernah lagi turun gunung. Untuk berbelanja kebutuhan warung kini sudah di ambil alih oleh anaknya. "(Gunung) Lawu tidak pernah sepi," ujarnya.